25/02/15

Jet Lag

Kamu, seperti biasa, datang dengan kemeja flannel dan jeans lusuh kesukaanmu.  Lalu, seperti yang sudah-sudah, kamu akan menghabiskan malammu di sebuah coffe shop 24 jam.
Tapi untuk hari ini, kamu datang dengan setangkai mawar putih.
Katamu, ini adalah hari penghabisan.

Tanpa kamu minta, secangkir frapucino akan tiba di meja segera setelah kamu tiba disana. Mereka sudah hapal karena kamu terlalu sering ke sana. Mereka sudah hapal, meski kamu tak acuh. Terlalu sibuk dengan laptop di hadapanmu. Memandangi halaman aplikasi bercakap jarak jauh via internet. 

Hanya ada satu nama di sana: namaku.

Hai… 
Apa kabar? 
Aku membawa mawar putih untukmu hari ini. 

Tulismu.

Satu menit. Lima menit. Setengah jam. Dua jam. Tiga, empat, lima......
Kau tidak mendapati balasan dari aku.

Aku merindukanmu.
Hidupku begitu membosankan tanpamu.
 Ceritakan padaku bagaimana keadaan di sana.

Kamu kembali mengetik.
Bersabar memandangi layar yang tak kunjung berubah. Kau sudah tahu bagaimana akhirnya. Sebagaimana yang selalu terjadi sejak tiga bulan yang lalu. Maka selewat tengah malam, kau menutup percakapan ini dengan kalimat yang membuat perasaanku hancur. 

Aku mencintaimu, 
tapi aku tahu, Tuhan lebih mencintaimu. 
Semoga kamu tenang di sana bersama-Nya.

Selamat tinggal. 


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari http://www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

1 komentar:

Ceritakan ceritamu, disini!