29/09/17

Bagaimana rasanya menjadi orang yang beruntung di dunia ini?

Aku adalah orang yang beruntung di dunia ini.

Karena aku bisa mendapatkan kesempatan untuk berproses, membersamai, dan mengungkapkan perasaanku kepada orang yang aku cintai sebebas-bebasnya.

Itu adalah kamu.

Orang yang sejak tiga tahun lalu diam-diam aku tunggu. Diam-diam aku kagumi, diam-diam aku rapal dalam doa dan berharap bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk bertemu lagi dan mengatakan apa yang aku rasakan sepenuhnya.

Aku sayang kamu.
Adalah tiga kata yang tidak pernah sepenuhnya aku pahami, sebelum aku bersama kamu.
Sekarang aku mengerti, setidaknya jauh lebih mengerti bagaimana rasanya mencintai dan menyayangi orang dengan sepenuh hati, selain kepada keluargaku sendiri.

Aku sadar bahwa aku mencintaimu sejak aku ikut merasakan kebahagiaanmu. Aku sadar aku mencintaimu saat aku berusaha untuk menurunkan egoku, mencoba bersabar dan bertoleransi kepada hal-hal yang sebenarnya terasa sulit buat aku. Demi kamu.

Aku mencintaimu saat aku menyadari bahwa aku tidak ingin kehilangan kamu.

Bagiku, tidak ada yang salah dengan semua hal yang terjadi saat ini. Tidak ada yang salah dari pertengkaran-pertengkaran kita yang terjadi belakangan ini.
Sebab ini hanya tentang perubahan.

We all changed, right?
Kita sedang bertumbuh menjadi diri kita yang lebih baik. Memperjuangkan apa yang benar-benar kita ingin lakukan, ingin kita capai, ingin kita miliki.

Terkadang, tanpa kita sadari, ada hal-hal di luar diri kita yang bersinggungan bahkan cenderung bertentangan dengan apa yang menjadi keinginan kita. But it’s okay, it’s a process.

Jika memang pada akhirnya kita tidak bisa bertoleransi terhadap perubahan satu sama lain, mungkin itu artinya waktu kita berproses sudah habis.

Sudah saatnya kita berpisah dan meneruskan perjalanan hidup yang entah masih akan panjang atau sebentar lagi akan berakhir.

Tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan.
Aku menyadari itu.

Tapi bagiku, kita bisa memilih akan seperti apa perpisahan yang terjadi: yang maniskah atau yang pahit? Yang membuat kita tersenyum saat mengenangnya, atau membuat kita kecewa bahkan marah saat mengenangnya?

Sebagai manusia yang punya kebebasan untuk memilih, aku memilih yang pertama untuk semuanya. Aku memilih sebuah perpisahan yang manis, yang bisa membuatku tersenyum saat mengenangnya.

Bisa jadi, setelah ini semesta akan mempertemukan kita lagi. Bisa jadi tidak.

Yang aku tahu, siapapun orang yang akan kita temui di ujung sana, adalah ia yang sama-sama sudah menjadi orang yang lebih baik. Ia yang sama-sama sudah selesai dengan dirinya dan siap untuk melanjutkan perjalanan berdua di sisa usia.

Saat ini, aku sedang berproses untuk menerima diriku sendiri dan mencintai diriku sendiri.

Aku terlalu sibuk memikirkan perasaan orang lain sampai lupa bagaimana perasaanku sendiri. Aku terlalu sibuk berkorban untuk orang lain sampai aku mengorbankan perasaanku sendiri. Aku sudah membohongi diriku sendiri dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja dalam menjalani hubungan denganmu. Padahal kenyataannya tidak.

Jika setelah ini kita memilih untuk tidak lagi bersama, aku tidak akan terlalu menyesal dan merasa bersedih. 

Sebab aku tahu: aku adalah orang yang beruntung di dunia ini.