25/03/15

Kupu-kupu Terbang ke Langit Biru

"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi." 

Sepintas, kulihat ada pendar yang hilang dari matanya. Satu dari banyak hal yang aku rindukan di masa-masa kita bebas bicara. Tidak ada jarak, tidak ada segan. 
Betapa aku benar-benar merindukan laki-laki di hadapanku ini. Betapa aku ingin sekali memeluknya tanpa ragu seperti dulu.

Waktu benar-benar telah merubah segala.

"Aku tahu." Jawabku lirih. 

Sore ini begitu sendu. Kurasakan angin nampak bergerak ragu. Sedikit-sedikit cepat, sedikit-sedikit lambat. Yang aku tahu, ia membawa aroma basah. Pertanda hujan akan datang sebentar lagi. 
Ada pertemuan yang harus disudahi. 

"Lalu?" Raga menolak bertatapan denganku. Ia sibuk menatap lurus-lurus ke depan. Memandangi gedung-gedung yang kokoh berdiri di sekitar kami. 

“Kemana saja kamu?”
Aku sudah lama berlatih tentang ini. Sudah sangat lama, tapi tetap saja, bibirku kelu.

Satu tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah pertemuan yang tertunda. Satu tahun,tertawan rindu dan tidak saling berkabar, kombinasi manis untuk sebuah penyiksaan psikis bagiku. Meski tidak pernah ada kata terucap secara resmi diantara kami, aku yakin sekali kedekatan kami lebih dari sekadar teman. Pun hingga detik ini, aku masih merasa begitu.

“Maafkan aku Karina, kubilang tadi, semua sudah berakhir. Maaf.” Katanya.

“Raga?” Kutarik lengan kirinya, lalu kuraih kedua jemarinya namun buru-buru aku melepasnya ketika kudapati cincin warna perak melingkar di jari manis kirinya.

****


Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ceritakan ceritamu, disini!