08/03/15

Jejak Kaki di Atas Pasir

Kisah ini seperti sebuah jejak kaki di atas pasir pantai.
Membekas sebentar, lalu lenyap.
Tergerus angin, hingga tersingkap deburan ombak yang menyentuh bibir pantai.

Namun kau tahu, aku tahu, kita sama-sama tahu.
Ada yang tertinggal disana.
Meski kasatmata, kita, setidaknya aku, tahu.
Sebelum semua kembali dan terlihat biasa-biasa saja.

Ada yang sudah berubah.
Meski tak dikatakan, kita sama-sama tahu.

Ada yang berubah.

Dan tahukah kau, mengapa dada ini terasa sesak?

Karena, kaki tak pernah sadar bahwa apa yang ia tinggalkan untuk pasir-pasir pantai, senja itu, meninggalkan bekas.

Sedikitpun kaki tak pernah tahu, bahwa bekas itu, meski akan hilang, telah mengubah pasir-pasir itu.
Semua tahu, semesta alam raya tahu, bahwa pertemuan akan meninggalkan kesan, sekecil apapun.

Sadar tidak sadar.
Sengaja tidak sengaja.

Tetap ada yang tertinggal.
Tetap ada yang tersisa.
Tetap ada.

Yang menyesakkan dada.

Karena bagaimana caranya pasir berbicara pada telapak kaki, bila mereka diciptakan dengan bahasa yang berbeda?

Bagaimana caranya pasir berucap pada telapak kaki, bila telapak kaki terlalu cepat pergi hingga pasir tak sempat berkata padanya?

Bagaimana caranya?

Pun ketika semua sudah kembali, seperti mula,
Tetap adayang berbeda.

Ada jejak kaki, yang meski sudah lama pendar,
Tetap tertinggal dan diingat oleh pasir-pasir putih itu.

Bilakah waktu terulang kembali?


Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ceritakan ceritamu, disini!