Kamu tidak pernah tahu alasan yang tepat mengapa kamu jatuh cinta. Kamu hanya tahu bahwa dia adalah orangnya. Dia adalah orangnya dan seluruh pencarian dan pertanyaanmu perihal hati, pun belahan jiwa, semua berakhir.
Pencarianku berakhir pada Drew.
Aku
sudah lama tahu bahwa cinta tidak pernah dapat benar-benar membuatmu bahagia.
Kadang ada derai dan duka yang datang tak diundang bersamaan dengan cinta.
Sesiap apapun kamu atas semua kemungkinan yang akan terjadi, tetap saja ketika
semua hal yang menjadi ketakutan terbesarmu benar-benar tiba, kau tidak akan
pernah mampu; bahkan untuk merasa baik-baik saja.
“Permisi,
ruang A-302 di sebelah mana ya?” Seseorang menepuk punggungku.
Aku
menoleh sekilas. Dan menunjuk ke sisi
kananku. Aku benar-benar sedang fokus pada ponsel untuk membalas beberapa pesan
penting di percakapan grup.
“Oh.
Oke. Thanks ya.”
“Eh?”
Refleks aku mundur.
Semua
karena sosok di hadapanku yang tiba-tiba agak menunduk dan sengaja menampakkan
wajahnya.
Laki-laki
itu nyengir sekilas lalu berjalan pergi ke arah yang kutunjuk tadi.
Singkat,
namun otakku tampak berlebihan memproses informasi serbasingkat tadi. Rambutnya
yang berwarna hitam dan agak ikal. Kacamata dengan frame oval yang cukup lebar. Dan seringainya yang begitu aneh
menurutku. Menyebalkan sekaligus...memesona?
Siapa
yang akan menyangka bahwa setelahnya, aku akan berada satu kelas bahkan selama
setengah tahun. Kami tidak pernah benar-benar berbincang kecuali saat sesi conversation.
Pertanyaan
semacam “Apa warna kesukaanmu? Siapa artis favoritmu?” Hingga pada arah
bercanda yang agak keterlaluan seperti, “Avez-vous un petit ami?1”
Drew,
laki-laki berkacamata itu, bertanya padaku sambil terkekeh. Ia sendiri terlihat
agak geli menanyakannya padaku. Aku tersenyum, tentu saja tidak. “Et vous?2”
Kali
ini aku yang harap-harap cemas menanti jawabannya. Drew mengangkat bahunya
sambil mengatakan, “Je ne sais pas3.”
Lalu nyengir.
Aku
berpura-pura tertawa, bersama dengan teman-teman dalam kelompok conversation kali ini. Meski sebenarnya
aku benar-benar penasaran dalam kadar tertentu. Mungkin semacam penasaran
apakah penyanyi favoritmu benar-benar berpacaran dengan seseorang yang selama
ini diberitakan di infotainment.
Kelas
berakhir bersamaan dengan hujan angin yang sangat deras. Hebatnya, aku lupa
membawa jas hujan. Tidak, lebih tepatnya, jas hujanku sedang dipinjam oleh
temanku yang saat ini sedang berada di luar kota.
Kelas
yang kuambil kali ini adalah kelas jam terakhir, yang berarti bahwa setelah
sesi kami berakhir, tempat kursus bahasa Prancis juga akan bersiap-siap tutup.
Sementara hujan benar-benar deras dan aku tidak tahu harus menunggu berapa abad
lagi agar bisa pulang tanpa basah.
Drew
keluar paling akhir. Ia tampak menatap langit dengan santai lalu duduk di
bangku dekat parkiran motor. Ia mengeluarkan sekotak rokok dan pelatuk api. Tak
berapa lama, asap keluar dari mulutnya.
Aku
menjaga jarak agar tidak banyak menghirup asap. Meski sebenarnya aku penasaran
dengan segala hal yang dilakukan oleh Drew. Ada yang aneh sekaligus menarik
darinya. Aku benar-benar penasaran.
“Belum
balik, Kay?”
Tahu-tahu
Drew mendekati aku. Kali ini tak kulihat lagi asap di dekatnya meski aroma
tubuhnya jelas menunjukkan bahwa ia habis merokok.
Aku
menggeleng. “Lupa bawa jas hujan, hehe.”
“Yaelah.
Untung aku bawa dua. Pake aja tuh.” Tanpa menunggu jawabanku, Drew bergegas
mengambil poncho dari jok motornya. “Kembaliin
aja pas sesi besok.”
***
Aku
selalu tahu bahwa kelak aku akan terluka karena cinta. Bahkan ketika pada
akhirnya dalam persimpangan kali ini, aku merasa pencarianku telah berakhir.
Aku menemukannya. Aku menemukan Drew.
“Jadi
kenapa kamu ikut les bahasa Prancis?” Tanyaku di hari Sabtu yang begitu cerah.
Saat
itu Drew tiba-tiba menghubungiku melalui pesan singkat. Ia memintaku
menemaninya pergi ke Mangunan. Sebuah permintaan yang agak aneh meski aku tahu
kenapa Drew berani mengajakku pergi sejauh itu: kami sudah cukup dekat.
Drew
tampak fokus dengan mirrorless cam
baru miliknya. Sebagai anak instagram dengan lebih dari 10.000 followers, Drew tampak berhati-hati
dengan setiap momen yang ia ambil.
“Good question!” Jawab Drew singkat. Ia
memotretku tiba-tiba. Jelas sekali aku tahu bahwa itu akan menjadi
pose-paling-tidak-oke menurutku.
“Oh,
no, Drew!” Kataku.
“Aku
pengen ke Prancis.” Drew mengabaikan gerutuku. “Kamu?”
“Sama.”
Jawabku singkat.
“Bukan
korban film Eiffel I’m In Love yang
berharap jadian kaya Adit dan Tita, kan? Hahahahaha.” Tanya Drew lagi.
“Ngaco
deh you!” Aku berbalik menghadap
lembah dan sungai yang tampak begitu jauh di bawah tempat kami berpijak. “Well... ngarepnya sih gitu. Dapet bule
Prancis yang super romantis.”
“Mulai
deh, ngegalau dan menye-menye.”
Gerutu Drew lagi.
“Pardon4, bisa tolong
didefinisikan maksud galau versi Anda itu bagaimana ya?”
Aku
tahu, setelah ini kami akan terlibat dalam perdebatan yang tidak penting, namun
selalu aku nikmati.
Aku
suka cara Drew menyampaikan pendapatnya dengan bersemangat. He looks so passionate when he tell his
opinion. Aku suka. Atau mungkin...mulai jatuh cinta?
***
“Terima
kasih ya, sudah mau menemani sampai sejauh ini.”
Drew
baru saja memintaku menemaninya untuk melihat bukit bintang. Drew mengatakan
bahwa selama di Jogja, ia belum pernah melakukan perjalanan sejauh ini hanya
untuk berdiri di ketinggian ratusan meter dan melihat hamparan lampu di malam
hari.
Sudah
berapa lama kami dekat? Satu setengah tahun.
“Kayla.”
Drew memanggilku dan dalam sepersekian detik, kurasakan rangkulan Drew yang
begitu erat. Ia mengelus rambutku pelan sembari berbisik, “Terima kasih sudah
selalu sabar dan ada di saat-saat senang maupun sedih.”
Ada
gelombang hangat yang datang memenuhi rongga dadaku. Melebihi kupu-kupu yang
beterbangan dalam perut setiap kali menemukan Drew menungguku di depan rumah.
Rasanya kali ini aku ingin menangis dan memeluknya. Tapi kutahu, aku tidak
bisa.
Tidak
akan pernah bisa.
“Minggu
depan Rachel pulang.”
***
Aku
tidak pernah benar-benar tahu bahwa hal yang mempertemukanku dengan Drew,
justru adalah jarak yang paling jauh, yang akan memisahkan kami.
Drew
belajar bahasa Prancis mati-matian hanya untuk menyusul Rachel, seseorang yang sebentar lagi akan kembali lagi ke Indonesia. Perempuan yang juga ia cintai mati-matian. Sama
seperti aku yang dulu pernah mencintai hal-hal yang berhubungan dengan Prancis.
Tidak
setelah aku bertemu dengan Drew.
“Kenapa?
Kenapa setelah sekian lama?”
Aku
berusaha mungkin untuk terlihat baik-baik saja. Nyatanya hal itu adalah sesuatu
yang sangat mustahil untuk saat ini.
Mata
itu membalasku. Tidak ada yang terucap, tapi semuanya terasa jelas. Dalam diam,
kami sama-sama tahu mengapa pada akhirnya semua terjadi.
Drew
mengecup keningku pelan. “Mungkin bukan sekarang.”
“Mungkin
tidak akan pernah ada.”
Kamu
tidak pernah tahu alasan yang tepat mengapa kamu jatuh cinta. Kamu hanya tahu
bahwa dia adalah orangnya. Dia adalah orangnya dan seluruh pencarian dan
pertanyaanmu perihal hati pun belahan jiwa, semua berakhir.
Pencarianku
berakhir pada Drew.
***
1:
Kamu punya pacar?
2:
Kalau kamu?
3:
Aku nggak tau.
4:
Maaf
*Tulisan ini terinspirasi oleh single terbaru HIVI: Pelangi
Nis, ini bagus banget :') aku sampe menghayati banget, tanpa sadar pengen nangis hhu.
BalasHapusMakasih Oyaaa sudah mampir :D Iya, ini gara-gara denger single-nya Hivi :")
Hapus